Rabu, 18 Agustus 2010

Apa kabar mu “Oemar Bakri’?

Setelah 65 Tahun Indonesia Merdeka

Oleh : Nur Adi Setyo*
Iwan Fals, penyanyi yang sering melontarkan kritik sosialnya membuat lagu dan menyebut guru dengan panggilan ‘Oemar Bakri’, seorang guru bersahaja yang digambarkan mengendarai Sepeda Onthel, ia setiap hari pergi untuk mengajar pelajaran ilmu pasti, gajinya yang tak seberapa dan tergolong kecil sudah biasa dikebiri, padahal telah puluhan tahun ia mengabdi. Masihkah ada guru ‘Oemar Bakri’ saat sekarang ini?.

Guru adalah profesi yang unik, sebab sedari dulu guru diartikan dengan seseorang yang di gugu dan ditiru, jadi panutan, dan tentu saja di jadikan contoh. Tutur Kata dan Tingkah lakunya di masyarakat dijadikan cermin dan selalu dengan pesona yang tak ternilai, bahkan kalau boleh meminjam istilah dunia sufistik, mereka harus ma’sum atau terlindung dari perbuatan dosa.

Slogan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa di tempatkan sedemikian rupa, sehingga seringkali membuatnya rela membakar diri menjadi penerang bagi orang lain, menafikan kepentingan diri dan keluarganya demi kepentingan orang lain. Penulis sengaja menyebut ungkapan penghargaan yang mulia itu hanya sebagai sebuah slogan sebab, doktin absolut tentang tak terhitung jumlah jasa yang tiada cukup di buatkan simbol yang terpasang didada sehingga membuat guru terkungkung dalam situasi yang selalu tak enak, tak patut dan tak pantas. Guru yang baik tidak pantas membicarakan atau meminta nominal gaji, karena asumsinya adalah sang guru tidak mengajar dengan hati, guru tidak mengabdikan diri dan guru itu tidak pantas untuk memberikan pengajaran.
Perhatikan Iklan lowongan pekerjaan guru yang mensyaratkan tentang ke-profesional-an nya, dimulai dari latar pendidikannya, pengalaman kerjanya serta keaktifannya dalam dunia pendidikan yang harus dibuktikan dengan tebalnya tumpukan sertifikat dan piagam penghargaan, namun ironisnya saat wawancara kerja berlangsung dan biasanya tidak cukup hanya sekali, tetapi dilakukan hingga berulang kali yang meliputi tes kemampuan akademik, tes kemampuan bahasa internasional, tes kemampuan menggunakan komputer, tes mengajar (mikro teaching) serta tes psikologis. Ada juga lembaga pendidikan yang dengan sengaja menanyakan aktifitas politik calon guru, jika calon tersebut merupakan satu aliran yang sama, maka kemungkinan di terima menjadi guru akan jauh lebih besar. Dan pada tahap akhir maka pihak penyelenggara sekolah (Yayasan) akan dengan gampang menawarkan nominal gaji yang jauh dibawah UMR atau UMK, dan itupun masih dengan embel-embel status sebagai calon pegawai, hal ini akan berlangsung minimal 3 bulan hingga 6 bulan masa percobaan, bahkan ada yayasan yang mensyaratkan masa percobaan hingga dua tahun!.

Selama masa percobaan itu, seorang guru hanya mendapatkan sekianpersen dari gaji pokoknya, bukan 100% padahal hanya dari gaji pokoknya. Guru dengan ijazah S 1 dan berakta IV mendapatkan gaji pokok RP. 400.000, bandingkan dengan nominal UMK Kota Depok!.

Pemilik lembaga pendidikan pada umumnya tidak mau dan tidak memahami tentang standar gaji yang seharusnya ia berikan kepada karyawannya, mereka menolak mentah-mentah jika lembaga pendidikanya harus memberikan gaji sebesar UMK karena mereka beranggapan lembaganya adalah lembaga sosial bukan lembaga profit.

Kontrak kerja yang seharusnya memanusiakan profesi guru juga sering menjadi alat yang justru akan membelenggu guru tersebut di sekolah tempatnya mengajar, yayasan hanya memberlakukan kontrak kerja selama enam bulan atau satu semester saja, jika kinerjanya memuaskan maka akan dipertahankan, tapi jika tidak jangan pernah perfikir untuk mendapatkan kesempatan kedua, namun pada umumnya kontrak kerja berlaku dalam satu tahun ajaran, statusnya hanya guru kontrak atau guru tidak tetap yayasan, tak peduli seberapa lama seorang guru mengabdi. Sebuah kasus terjadi di sekolah swasta di kecamatan sukmajaya beberapa orang guru yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun terancam dipecat hanya gara-gara mempersoalkan surat keterangan lama bekerja.

Yayasan hanya menghitung masa kerja satu tahun saja dengan alasan data hilang. Dan pada akhirnya terkuaklah misteri pengelolaan dana BOS yang dijadikan proyek oknum yayasan, dan para guru yang berusaha mencari tahu harus menerima kenyataan pahit itu.
UU Guru Pasal 14 ayat 1 dan PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru menyebutkan bahwa : “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru BERHAK memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan mulai dari tingkat satuan pendidikan, tingkat kab/kota, provinsi sampai tingkat nasional”.

Sudah saatnya guru menjadi salah satu komponen keberhasilan sebuah lembaga sekolah, suara guru diperhatikan karena sama pentingnya dengan suara yayasan dan suara komite sekolah, hilangkan aturan dan peraturan yang hanya dibuat untuk ‘mengakali’ cara membayar murah gaji guru.

Sudah selayaknya guru bersikap profesional karena memang sudah seharusnya demikian, janganlah alasan seorang guru yang tidak profesioanal maka guru yang lain mendapatkan dampaknya.

Kepada pemerintah baik di daerah ataupun yang berada dipusat, atau mereka yang mempunyai wewenang dengan pengurusan izin pendirian lembaga pendidikan hendaknya tidak begitu mudah menyetujui seseorang ataupun lembaga yang akan mendirikan lembaga pendidikan baru, buatlah aturan dan peraturan agar mereka sanggup memberikan gaji yang layak kepada mereka yang nantinya bekerja profesional di lembaga yang mereka pimpin.

Memang benar setiap individu mempunyai hak untuk mendefinisikan tentang makna kemerdekaan, dan sebagai pendidik kemerdekaan berarti merdeka dalam mengajar, merdeka dalam berserikat, merdeka dalam memperoleh pengahasilan yang memadai.
Pentingnya organisasi profesi guru.

Semua persoalan yang membelit guru baik dari aspek rohani (kenyamanan) maupun segala hal yang berkenaan dengan profesionalisme menjadi kewajiban semua pihak untuk dapat mengupayakan aturan dan peraturan yang lebih memanusiakan guru. Dan yang tak kalah pentingnya adalah agar profesi guru mendapatkan tempat yang lebih bermartabat dan sejajar dengan profesi yang lain dan dipandang secara profesional.

Pasal 41 UU Guru dan Dosen ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa :a. Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen;, b, Organisasi profesi tersebut berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat;, serta c, Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.

Namun harus diakui bahwa tingkat kesadaran guru akan pentingnya organisasi masih sangat kurang, keluhan tentang ketidakadilan perlakuan yang mereka terima hanya menjadi buah bibir. Adapun korban ketidakadilan hanya bisa mengeluh dan meratap dan tak tahu harus berbuat apa?.

Bukankah amanat kemerdekaan telah secara agung termaktub dalam muqaddimah pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan selalu kita baca dengan lantang di setiap upacara bendera,

”Penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”.




• Guru di SMA IT Raflesia, Ketua I Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Kota Depok Read More...

Kamis, 12 Agustus 2010

Perbaikan Kondisi Kerja Guru

LEGALITAS ORGANISASI PROFESI
SKT DEPARTEMEN DALAM NEGERI RI NOMOR : 106/D.III.3/XII/2007

Perbaikan Kondisi Kerja Guru
Mendorong Perlindungan Hak Anak atas Pendidikan



Federasi Guru Independen Indonesia disingkat FGII dan selanjutnya disebut Federasi adalah organisasi yang dideklarasikan dan didirikan pada tanggal 17 Januari 2002 di halaman Tugu Proklamasi, Jakarta. Hingga saat ini, lebih dari 33 organisasi guru dari 19 provinsi di Indonesia sudah berhimpun dalam Federasi. Federasi adalah wujud kesadaran para guru untuk membebaskan dirinya dari sistem yang tidak memberi ruang demokrasi bagi masyarakat termasuk guru. Kelahiran Federasi juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa organisasi profesi guru yang ada selama pemerintahan orde baru dinilai tidak memperjuangkan nasib guru dan sudah menjadi bagian dari sistem birokrasi yang tidak memberi ruang demokrasi bagi guru.


Guru adalah pekerja-profesi yang sangat strategis dan penting dalam dunia pendidikan. Melalui guru terjadi proses pewarisan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial budaya, tradisi demokrasi dan toleransi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pewarisan ini pada akhirnya menjadi sangat penting ketika semuanya itu menjadi pendorong terjadinya perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Melalui tradisi belajar di sekolah-sekolah perkembangan ilmu pengetahuan terus menerus dikomunikasikan antara guru, murid dan masyarakat. Begitu pula perkembangan nilai-nilai sosial budaya, tradisi demokrasi dan toleransi menjadi bagian yang intergral dalam proses hubungan-hubungan sosial, termasuk pengembangan tradisi diskusi yang intensif di lingkungan sekolah yang multikultural.

Sayangnya, pada kenyataannya peran strategis guru dalam pemenuhan hak atas pendidikan dan perlindungan hak-hak anak ini masih jauh dari harapan. Selama ini guru lebih banyak diposisikan sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan yang hanya menjalani fungsi-fungsi birokratis semata yang menghilangkan kebebasan paedagogisnya sehingga perannya tidak terimplementasi secara optimal. Fasilitasi pekerjaan-profesi guru dan jaminan sosial kesejahteraannya pun masih jauh dari harapan yang sesuai dengan keutamaan pekerjaannya dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa melalui satuan pendidikan formal.

Hal ini juga diperparah dengan berbagai persoalan pendidikan yang tidak menempatkan peserta didik pada usia anak sebagai pusat pembelajaran, hilangnya rasa aman guru dan murid akibat rusaknya gedung-gedung sekolah, cengkeraman birokratisasi dan inkonsistensi kebijakan dengan dipertahankannya UN dan UASBN sebagai penentu kelulusan, indikasi kuat pelepasan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam menyediakan pendanaan untuk memenuhi standar nasional pendidikan serta tidak jelasnya arah sistem pendidikan dan penerapan kurikulum secara menyeluruh. Seluruhnya melengkapi carut-marut system pendidikan nasional ini menunjukkan betapa buruknya kondisi kerja para guru. Rekomendasi ILO UNESCO menyatakan bahwa kondisi kerja para guru hendaklah sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengembangkan pembelajaran yang efektif dan memberdayakan dirinya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugas profesionalitasnya.

Mendorong demokratisasi di Indonesia dengan mempromosikan kepentingan terbaik anak dalam pendidikan merupakan komitmen Federasi dalam mendorong perbaikan kondisi kerja bagi guru. Dewan Pimpinan Pusat Federasi Guru Independen Indonesia yang terpilih pada Kongres ke-3 di Makasar tanggal 12-15 Juli 2008 menyerukan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk :

1. Menghentikan intervensi pemerintah dalam penentuan kelulusan peserta didik karena kebijakan UN dan UASBN telah merampas hak pedagogis guru dan mengorbankan hak anak. FGII juga mendesak revisi PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjadi sumber kontroversi kebijakan UN/UASBN. Pasal tentang kewenangan pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dalam bentuk UN dan UASBN harus segera dihapus!
2. Menjalankan transparansi pelaksanaan sertifikasi guru serta percepatan realisasi tunjangan profesi bagi guru-guru yang dinyatakan lulus. Mendesak pemerintah untuk segera meredefinisi ketentuan mengajar sebanyak 24 jam mengajar kepada guru karena kebijakan ini dapat menghambat guru hak guru untuk memperoleh tunjangan profesi meskipun telah lulus sertifikasi. Redefinisi kewajiban mengajar 24 jam mengajar harus didasari pada perhitungan yang fleksibel dengan memperhitungkan tugas-tugas tambahan guru disamping tugas mengajar di kelas.
3. Melibatkan Organisasi pekerja profesi guru dalam menetapkan aturan tentang penggajian dan subsidi tunjangan fungsional bagi guru-guru non-PNS di tingkat pusat maupun daerah
4. Menindak tegas sekolah-sekolah yang menerima siswa diluar ketentuan dengan tidak memperhatikan rasio guru dan siswa
5. Merevisi PP nomor 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dengan memberikan kesempatan yang sama pada Guru Tidak Tetap (GTT) di sekolah swasta untuk diangkat menjadi CPNS.
6. Menindak tegas birokrat pendidikan yang menyalahgunakan kekuasaan dengan mengintimidasi para guru yang memperjuangkan hak-haknya yang telah dijamin undang-undang. Pemerintah/pemerintah daerah setempat harus segera membatalkan keputusan mutasi terhadap sejumlah guru di Kabupaten Bone yang merugikan hak guru karena mutasi tersebut mengindikasikan tindakan sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat melanggar Undang-undang guru yang dapat dikenakan sanksi.
7. Menyediakan seluruh pendanaan pendidikan dasar berkualitas untuk semua warga negara sesuai dengan amanat konstitusi
8. Mendorong filantropi dari masyarakat yang mampu untuk berpartisipasi meningkatkan peningkatan mutu layanan pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas pasal 46 dan penjelasannya





Depok, 12 Agustus 2010
Ketua I DPD Depok FGII







Nur Adi Setyo, S.Pd.I Read More...

Minggu, 08 Agustus 2010

Tamu Irasional……………….

Pagi hari ini kusambut dengan agak bermalas-malasan, semenjak aku resaint dari tempat kerja memang terasa sekali aku mengalami degradasi spirit hidup.

Di jakarta ini tak terasa telah enam tahun ku jalani, selama kurun waktu itu aku telah beberapa kali gonta-ganti profesi, mulai dari freelance sebagai pengentri data, maintance komputer, guru prifat, wartawan, agen asuransi, penjual minuman, loper koran, eksportir jarak pagar, kontraktor dan terakhir menjadi kepala sekolah sekaligus menjadi guru.

Tetapi semua profesi yang kujalani itu belum memberikan hasil yang sepadan dengan kebutuhan hidup yang harus kupenuhi, sekedar untuk biaya ‘ngontrak’ sepetak kamar saja sudah senin kemis, belum lagi kebutuhan gizi anak-anakku.

Aku telah dikaruniai tuhan dengan mendapatkan tiga anak, yang sulung sudah berumur limat tahun, yang kedua berumur tiga tahun dan yang ketiga berumur dua tahun, oh iya, sebentar lagi anakku yang ketiga ini akan ulang tahun.

Perayaan ulang tahun ini menjadi prestise tersendiri bagi sebuah ‘kebahagiaan keluarga’. Beberapa hari yang lalu tetanggaku yang tukang ojek itu mengundang anak-anak kami untuk mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Musiknya begitu hiruk pikuk memekakkan telingaku bercampur dengan suara cempreng anak-anak menyanyikan lagu ulang tahun. Ibu ibu yang ikut mengiringi anak-anaknya berpesta berkerumun diluar rumah dan sepertinya sambil ngerumpi juga.

Biasanya mereka akan membandingkan antara pestanya tetangga anu dengan pesta-pesta yang lain untuk diberi label nilai. Nilai akan bagus jika yang dibungkus dan bisa dibawa pulang berisi paket yang mahal, biasanya paket terdiri dari kartu ucapan terimakasih, jajanan dan sebuah mainan anak-anak.
Bahkan paket jajanan yang dinilai baik adalah yang lengkap berisi berbagai rasa, ada rasagurih, dan rasa manis dan tentu saja merek yang menentukannya, pizza, holland, atau rumah makan apa.

Semalam istriku sudah mengajakku berdiskusi tentang pesta ulang tahun ini,

“Kita malu yah, masak anak-anak kita sering diundang temen-temennya ulang tahun, kok kita belum pernah ngundang mereka, aku malu sama tetangga, kemaren udah ada yang nanya tapi menurutku sih nyindir…wah Neifa nanti pasti ulang tahunnya di mall nih..”.

“Ya.. anggap saja itu doa agar kita dapat rejeki nomplok”. Selorohku

“Makanya cari kerja yang bener, gajinya yang gede,lima juta deh minimal”.

“Wah kalau gajinya segitu ya harus jadi menejer di perusahaan besar, atau jadi de pe er de”.

“Ya sudah ngelamar saja jadi de pe er de!”

“Gini aja deh, entar ulang tahun Neifa kita buat nasi kuning dan garang asem ama bandeng isi telor, biar aku yang masak”.

Istriku berbinar, sebab masakan yang kusebutkan itu adalah makanan favoritnya. Aku punya sedikit keahlian untuk urusan masak memasak, dan bisa sedikit sombong jika dibandingkan dengan kemampuan istriku.

Istriku produk orang kota metropolitan Jakarta yang berfikiran serba praktis, prinsipnya disebut dengan Tebe,

“Tinggal beli aja, kok repot”.

Sementara aku orang kampung yang dari kecil sudah di doktrin ‘kalau bisa membuat sesuatu sendiri jangan beli karena lebih mahal’.

Termasuk juga untuk urusan belanja, orang tuaku selalu bilang;

“Nak, di Jakarta semua serba mahal, kalau bisa belanja ndak usah disuper market, dipasar saja pasti lebih murah dan ngirit”.

Aku butuh waktu berbulan-bulan untuk menghilangkan syok, bayangkan .. setiap awal bulan istriku belanja keperluan sehari-hari di mall dan menghabiskan uang antara tiga ratus hingga empat ratus ribu! , padahal uang itu baru belanja sabun, sampo dan susu yang termurah untuk dua minggu, belum termasuk ke urusan perut, beras, minyak dan sekedar mie instan.

Uang sebanyak itu jika kita hidup dikampung bisa untuk hidup dua bulan.

“Coba itung deh yah, tiga ratus ribu itu berarti kita hanya ngeluarin sepuluh ribu perhari, padahal kebutuhan minimal kita kan limapuluh ribu perharinya”. Istriku merasionalkan pola pikirku.

Pikiran-pikiran itulah yang membuatku malas menyambut hari ini, belum lagi untuk menghadapi bulan ramadhan ini yang disambung dengan lebaran iedul fitri.

Aku tak pernah cerita saja ke istriku, padahal sungguh besar hasratku lebaran tahun ini bisa mudik dan melakukan sungkem ke kedua orang tuaku, sejak aku menikah enam tahun yang lalu belum pernah sekalipun aku mudik,

“Kan, banyak program mudik bareng dari berbagai perusahaan yah”. Usul istriku di tahun yang lalu.
Ia tak tahu, biaya yang banyak itu bukan diurusan transportasinya, tetapi dirumahnya, uang amplop bagi prekencing-prekencing1, sarung dan baju dan songkok untuk keluarga, buah tangan saat silaturahim dan lain sebagainya.

Anggapan orang kampung bagi kita yang hidup dijakarta adalah contoh orang sukses yang mempunyai banyak uang.

Saat ini saja, jika ada famili yang selesai sekolah pasti nelpon minta kerjaan kepadaku, dan tentu saja aku akan mencari cara untuk menolaknya, aku yang sarjana saja susah mencari kerja apalagi saudaraku yang baru tamat dari sekolah lanjutan SMU atau SMK.

“Assalamu alaikum”….

“Walaikum salam”

Tiba-tiba lamunanku berantakan dengan munculnya tiga orang di depan rumah, yang satu hanya mengenakan kaos partai bergambar penguasa saat ini, wajahnya lusuh, kumis berwarna campuran antara hitam putih dan kemerahan, ia tersenyum dan terlihat gigi yang menguning kehitaman. Aku mengira pasti bahwa ia seorang perokok berat.

Yang dua orang sepertinya habis dari melakukan perjalanan jauh, terlihat dari tas yang mereka bawa serta sepatu yang mereka kenakan. Satu memakai batik yang mulai memudar warnanya, kuyakin warna sebelumnya adalah coklat tua tetapi sekarang telah berubah menjadi warna dengan definisi baru yang sulit ku temukan, dan yang satunya memakai kaus berkerah warna kuning kecoklatan.

“Betulkah ini rumahnya Mas Harto?”

Mas Harto itu adalah nama pangilan untuk Bapak Mertuaku, nama aslinya Hadi Suprapto yang entah mengapa lebih dikenal dengan nama panggilan Mas Harto, istriku pernah bercerita jika dulu bapaknya punya sejarah buram, seperti lazimya orang jawa abangan yang suka sekali dengan kebiasaan buruk yaitu berjudi, minum dan sabung ayam. Termasuk bapak yang masih menjaga tradisi menghabiskan waktu kongkow-kongkow sambil main kartu dan mencekek2 botol.

“Iya betul, Bapak-bapak ini siapa ya?”.

“Begini nak mas, kami ini adalah sahabat karib mas harto, sudah lamaaa sekali ndak ketemu, lalu kami mendengar berita katanya Mas Harto…….”.

“Betul pak, Beliau telah berpulang, sudah satu tahun yang lalu”

“Ooo….”

Nah….akhirnya tepat dugaanku, mereka ini pasti sahabat bapak waktu masih berada di jalan yang salah, sebab biasanya jika disebut dengan kematian seseorang akan spontan mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rajiun walau kata-kata itu tidak bisa dijadikan barometer bagi keislaman seseorang, tetapi setidaknya bisa dijadikan ukuran bagi kebiasaan baiknya.

“Apakah bapak saya, maaf punya sangkutan dengan bapak-bapak?”. Tanyaku

“Oo, ndaaak, ndak ada, justru kedatangan kami kemari untuk memenuhi janji kami dulu”. Kata orang yang memakai batik

“Maksudnya?”

“Dulu… oh iya nama nak mas?”

“Mas Adi, Saya anak mantu beliau”

“Iya mas, dulu kami bisa disebut dengan istilah paseduluran3 lah, kami berempat melakukan ikrar, bagi siapa saja yang sudah berhasil tidak boleh melupakan yang lain, harus membantu yang lain”

Aha…. Inikah rejeki nomplok tempo hari yang kubicarakan sebagai doa?.. terbayang dipelupuk mataku warung bakso yang kuberinama “Kanza’s Meat Ball”, nama anak pertama yang kucita-citakan untuk merk dagang bakso ku. Aku sudah merasa jenuh berganti profesi, ingin wiraswasta saja jadi penjual bakso.

Aku ingin melanjutkan usaha mertuaku dahulu, ia bercerita tentang prospek penjualan baksonya yang sangat menjanjikan, tetapi harus berakhir karena kekhilafan judinya.

“Ehem…” Bapak yang memakai kaus kuning sepertinya tahu jika pikiranku melayang-layang.

“Maksudnya?”. Tanyaku dengan tidak sabar

“Saya tau nak mas butuh uang kan?”.

Ya ia lah, sudah lama aku butuh, dalam hatiku dan aku hanya menyungging senyum saja untuk menunjukkan keinginanku.

“Nak mas butuh berapa?”.

Oho…..Tuhaaan! terimakasih engkau telah mengirimkan orang-orang ini untuk menjawab do’a-do’aku.

Tapi berapa ya? Seratus juta, cukupkah?, cukup uang segitu sudah banyak kok, dialog dalam hatiku yang saling bersahutan.

“Sudah sebut saja jangan ragu-ragu”.

“Empat milyar, sepuluh milyar boleh..”.

Lho???, sebentar, kata milyar itu menyentak kesadaran akal sehatku, aku termangu untuk beberapa saat, benarkah orang-orang ini punya uang segitu banyak?? Dahiku berkenyit dan kupicingkan mataku, orang ini bukan Gayus yang terkenal itu, aku membandingkan penampilan Gayus dengan orang-orang yang duduk dihadapanku, jauh sejauh jarak langit ketujuh dengan dasar sumur bor lapindo.
Jangankan Sepuluh milyar, satu milyar saja tak terbayangkan olehku jika harus kukumpulkan dari gajiku sebagai guru, aku butuh berapa puluh tahun??

“Saya tau nak mas Adi bingung!, ya kan?, saya ini dikenal sebagai orang yang bisa ngambil uang dengan jumlah tak terbatas, tetapi saya punya pantangan yaitu tak boleh memakai uang itu untuk keperluan saya pribadi”. Ia mencoba menjawab pikiran-pikiranku

“Sekarang saya bawa kok uangnya, tapi sedikit, hanya dua milyar”.

Bola mataku bergeraka cepat mencoba menangkap dimana uang itu berada. Mataku tertuju ke sebuah tas lusuh tanpa merk, masa iya?? Disana uang itu disimpan?. Aku pernah melihat di TV uang dengan jumlah nominal satu milyar yang ditata rapi dalam sebuah kopor besar!, yang ini dua milyar dalam tas sekecil itu, kok rasanya sulit dipercaya. Atau ….ah, mungkin masih di simpan di mobilnya? Siapa tau?.

Tiba-tiba orang berbaju batik merapatkan tangan di depan dada dengan kedua telapak tangan yang tertempel satu dengan yang lain, ia komat-kamit seperti menggerutu, aku semakin bingung plus curiga!

Jangan-jangan……

Sesaat kemudian orang itu melakukan gerakan seolah mengangkat barang yang berat sekali, ia mengangkat barang yang tak terlihat olehku itu keatas meja

“Ini nak mas, uang ghaib sejumlah dua milyar, saya berjanji beberapa hari lagi saya akan datang dan akan saya genapi jumlahnya menjadi sepuluh milyar”. Ia menjelaskan “Uang ini bisa dipakai setelah empat puluh hari, selama kurun waktu itu, nak mas harus tirakat4 , ndak boleh makan dari bahan makanan yang mengandung nyawa”

Aku baru bisa menyimpulkan kelakuan orang-orang ndak waras ini, dan sisi lain dari diriku mengusikku. Orang-orang ini harus diberi pelajaran!

“Terima kasih atas kebaikan bapak-bapak ini, saya tersanjung lho dibantu dengan modal usaha yang sangat saya butuhkan, saya berjanji uang ini akan saya pergunakan sebagai modal usaha, membeli rumah yang telah saya idamkan dan membangun lembaga pendidikan, tetapi sebelum pulang saya ada sedikit rejeki sebagai ucapan terima kasih, mohon tunggu sebentar”.

“Wah ndak usah repot-repot, kami punya ongkos kok, walau hanya sedikit”.
Lucunya orang yang memakai kaus partai menyikut perut temannya.

“Ndak kok pak, mumpung saya ada”.

Raut wajah mereka terlihat berwarna cerah kekuningan.

Aku masuk kekamar dan sesaat kemudian aku keluar, aku berjalan seolah dengan menjinjing sesuatu, lalu kuletakkan diatas meja.

“Saya hanya punya lima ratus juta pak, semoga cukup untuk perjalanan pulang bapak, tolong dibagi rata saja, saya tak punya kresek5 untuk membaginya”.
Kubaca raut wajah mereka yang terlihat pucat pasi.

Mereka pamit dengan tertunduk, aku malas menerka apa yang mereka pikirkan.


Catatan.
1. Istilah untuk, adik, saudara sepupu, dan keponakan yang masih usia belia
2.Menenggak minuman keras
3. Ikrar Janji angkat saudara atau seolah menjadi keluarga
4.Ritual khusus yang biasanya dimaksudkan untuk mempermudah hajat yang kita inginkan, ada pati geni, ngrowot, puasa senin kamis dan lain-lain
5. Kantung plastik Read More...