Kamis, 12 Agustus 2010

Perbaikan Kondisi Kerja Guru

LEGALITAS ORGANISASI PROFESI
SKT DEPARTEMEN DALAM NEGERI RI NOMOR : 106/D.III.3/XII/2007

Perbaikan Kondisi Kerja Guru
Mendorong Perlindungan Hak Anak atas Pendidikan



Federasi Guru Independen Indonesia disingkat FGII dan selanjutnya disebut Federasi adalah organisasi yang dideklarasikan dan didirikan pada tanggal 17 Januari 2002 di halaman Tugu Proklamasi, Jakarta. Hingga saat ini, lebih dari 33 organisasi guru dari 19 provinsi di Indonesia sudah berhimpun dalam Federasi. Federasi adalah wujud kesadaran para guru untuk membebaskan dirinya dari sistem yang tidak memberi ruang demokrasi bagi masyarakat termasuk guru. Kelahiran Federasi juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa organisasi profesi guru yang ada selama pemerintahan orde baru dinilai tidak memperjuangkan nasib guru dan sudah menjadi bagian dari sistem birokrasi yang tidak memberi ruang demokrasi bagi guru.


Guru adalah pekerja-profesi yang sangat strategis dan penting dalam dunia pendidikan. Melalui guru terjadi proses pewarisan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial budaya, tradisi demokrasi dan toleransi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses pewarisan ini pada akhirnya menjadi sangat penting ketika semuanya itu menjadi pendorong terjadinya perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Melalui tradisi belajar di sekolah-sekolah perkembangan ilmu pengetahuan terus menerus dikomunikasikan antara guru, murid dan masyarakat. Begitu pula perkembangan nilai-nilai sosial budaya, tradisi demokrasi dan toleransi menjadi bagian yang intergral dalam proses hubungan-hubungan sosial, termasuk pengembangan tradisi diskusi yang intensif di lingkungan sekolah yang multikultural.

Sayangnya, pada kenyataannya peran strategis guru dalam pemenuhan hak atas pendidikan dan perlindungan hak-hak anak ini masih jauh dari harapan. Selama ini guru lebih banyak diposisikan sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan yang hanya menjalani fungsi-fungsi birokratis semata yang menghilangkan kebebasan paedagogisnya sehingga perannya tidak terimplementasi secara optimal. Fasilitasi pekerjaan-profesi guru dan jaminan sosial kesejahteraannya pun masih jauh dari harapan yang sesuai dengan keutamaan pekerjaannya dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa melalui satuan pendidikan formal.

Hal ini juga diperparah dengan berbagai persoalan pendidikan yang tidak menempatkan peserta didik pada usia anak sebagai pusat pembelajaran, hilangnya rasa aman guru dan murid akibat rusaknya gedung-gedung sekolah, cengkeraman birokratisasi dan inkonsistensi kebijakan dengan dipertahankannya UN dan UASBN sebagai penentu kelulusan, indikasi kuat pelepasan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam menyediakan pendanaan untuk memenuhi standar nasional pendidikan serta tidak jelasnya arah sistem pendidikan dan penerapan kurikulum secara menyeluruh. Seluruhnya melengkapi carut-marut system pendidikan nasional ini menunjukkan betapa buruknya kondisi kerja para guru. Rekomendasi ILO UNESCO menyatakan bahwa kondisi kerja para guru hendaklah sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengembangkan pembelajaran yang efektif dan memberdayakan dirinya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugas profesionalitasnya.

Mendorong demokratisasi di Indonesia dengan mempromosikan kepentingan terbaik anak dalam pendidikan merupakan komitmen Federasi dalam mendorong perbaikan kondisi kerja bagi guru. Dewan Pimpinan Pusat Federasi Guru Independen Indonesia yang terpilih pada Kongres ke-3 di Makasar tanggal 12-15 Juli 2008 menyerukan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk :

1. Menghentikan intervensi pemerintah dalam penentuan kelulusan peserta didik karena kebijakan UN dan UASBN telah merampas hak pedagogis guru dan mengorbankan hak anak. FGII juga mendesak revisi PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjadi sumber kontroversi kebijakan UN/UASBN. Pasal tentang kewenangan pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dalam bentuk UN dan UASBN harus segera dihapus!
2. Menjalankan transparansi pelaksanaan sertifikasi guru serta percepatan realisasi tunjangan profesi bagi guru-guru yang dinyatakan lulus. Mendesak pemerintah untuk segera meredefinisi ketentuan mengajar sebanyak 24 jam mengajar kepada guru karena kebijakan ini dapat menghambat guru hak guru untuk memperoleh tunjangan profesi meskipun telah lulus sertifikasi. Redefinisi kewajiban mengajar 24 jam mengajar harus didasari pada perhitungan yang fleksibel dengan memperhitungkan tugas-tugas tambahan guru disamping tugas mengajar di kelas.
3. Melibatkan Organisasi pekerja profesi guru dalam menetapkan aturan tentang penggajian dan subsidi tunjangan fungsional bagi guru-guru non-PNS di tingkat pusat maupun daerah
4. Menindak tegas sekolah-sekolah yang menerima siswa diluar ketentuan dengan tidak memperhatikan rasio guru dan siswa
5. Merevisi PP nomor 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dengan memberikan kesempatan yang sama pada Guru Tidak Tetap (GTT) di sekolah swasta untuk diangkat menjadi CPNS.
6. Menindak tegas birokrat pendidikan yang menyalahgunakan kekuasaan dengan mengintimidasi para guru yang memperjuangkan hak-haknya yang telah dijamin undang-undang. Pemerintah/pemerintah daerah setempat harus segera membatalkan keputusan mutasi terhadap sejumlah guru di Kabupaten Bone yang merugikan hak guru karena mutasi tersebut mengindikasikan tindakan sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat melanggar Undang-undang guru yang dapat dikenakan sanksi.
7. Menyediakan seluruh pendanaan pendidikan dasar berkualitas untuk semua warga negara sesuai dengan amanat konstitusi
8. Mendorong filantropi dari masyarakat yang mampu untuk berpartisipasi meningkatkan peningkatan mutu layanan pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas pasal 46 dan penjelasannya





Depok, 12 Agustus 2010
Ketua I DPD Depok FGII







Nur Adi Setyo, S.Pd.I

0 komentar:

Posting Komentar